Showing posts with label #SERIT. Show all posts
Showing posts with label #SERIT. Show all posts

Sunday, June 7, 2020

Kasane: Beauty and Fate, Beauty Privilege Does Exist

8:15 AM


Fuchi Kasane, anak dari seorang artis cantik yang melegenda. Ia mewarisi kemampuan berakting ibunya. Namun sayang, parasnya tak secantik orang tuanya. Semaca kecil, ia bahkan menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya karena parasnya yang dianggap jelek. Sebelum ibunda Kasane meninggal, ia mewariskan sebuah lipstik kepada Kasane. Lipstik tersebut memiliki kekuatan yang misterius. Kasane dapat bertukar wajah dengan orang lain ketika ia menggunakan lipstik tersebut lalu mencium orang yang ingin ia tukar wajahnya.

Suatu saat, Kasane dipertemukan dengan seorang Tanzawa Nina. Nina adalah seorang artis amatir dengan paras yang cantik. Mereka berdua pun sepakat untuk bertukar wajah. Kasane memanfaatkan wajah cantik Nina untuk mendapatkan kesempatan berkarir di atas panggung teater. Berkat paras cantik serta bakat aktingnya yang alamiah, Kasane dapat bermain di sebuah pertunjukan teatrikal bersama sutradara dan artis-artis besar lainnya. Namun, Nina ternyata juga berencana untuk memanfaatkan kemampuan berakting Kasane. Ia ingin Kasane melambungkan namanya sebagai artis, lalu mengambil keuntungannya ketika namanya sudah besar nantinya.


Oke, sebelum lanjut, sepertinya gue harus mengucapkan terima kasih ke salah satu followers gue yang merekomendasikan film ini. Dalam kolom komentar di salah satu postingan instagram gue, dia bilang “Btw, have you seen Tao chan in Kasane? Her devilish side in Kasane also worth to watch.”

Yang mana, memang benar adanya. Bahkan, ketimbang devilish sidenya, akting keseluruhan dari seorang Tao di film ini berhasil bikin gue takjub. Tentu ketakjuban gue juga sangat pantas untuk ditunjukkan ke mbak Yoshine Kyoko yang jadi lawan main mbak Tao di film ini. Keduanya dapat porsi dan tingkat kesulitan akting yang sama besarnya. Dan mereka juga sama-sama bisa mengeksekusi dua tokoh yang sangat berbeda itu secara bergantian. Buat gue, memang di sana daya tarik dari film ini.

Kalo kita ngomongin genre pun, mungkin ini satu-satunya film bergenre pure suspense yang bisa gue sebut sebagai film bagus. Kecuali film ini, semua film atau drama bagus bergenre suspense pasti punya genre lain yang jadi main genrenya. Entah itu crime, gore, ataupun horror. (Meski sebenernya masih argueable kalo film ini dibilang pure suspense. Beberapa orang akan bilang ini film main genrenya thriller atau bahkan horror. Tapi, untuk film film Jepang gini, gue memilih untuk menjadikan asianwiki sebagai patokan.)

Sebenernya gue bisa aja ngomong panjang kali lebar untuk menggambarkan ketakjuban gue sama kualitas permainan peran dari mbak Tao dan mbak Kyoko di film ini. Specially buat mbak Tao sih yang kalo ditotal, doi meranin empat tokoh sekaligus di satu film ini. Gokil memang. Tapi rasanya, pesan yang ingin disampaikan cerita ini rasanya lebih menarik lagi kalo dibahas. Yes, di tulisan ini gue mau bahas tipis-tipis aja seputar privilege. Dan kalo mengacu ke konteks film Kasane, tentu beauty privilege yang jadi bahan gorengannya.

Oke, sampe sini mungkin gue harus mengingatkan ke kalian yang belum nonton dan penasaran sama filmnya, tulisan setelah ini mungkin akan mengandung banyak spoiler. Terserah kalian mau tetap lanjut baca atau close tab terus nonton filmnya dulu.


Gue adalah orang yang sangat percaya bahwa privilege dalam hidup itu nyata. Sekali lagi, sangat percaya. Sudah nyata, macam-macam pula bentuknya. Ada bloodline privilege, economical privilege, dan yang paling argueable, appearance privilege. Meskipun gue tetap akan bilang bullshit kalo dibilang itu argueable. Enggak coy, appearance privilege does exist. Even lo bilang kalo appearence privilege itu bullshit karena ada yang namanya oplas, well, they have economical privilege then.

Balik ke film, Kasane dengan sukses menyampaikan pesan itu melalui ceritanya. Ada perbedaan penokohan yang tipis antara seorang Kasane dengan wajahnya sendiri dengan Kasane berwajah Nina. Tipis, tapi sangant noticeable. Entah itu posisi kepala Kasane ketika berbicara dengan orang lain, gestur tangan, sampe nada bicaranya. Apakah itu karena memang pemainnya beda? 

Gue rasa bukan. Karena baik tokoh Kasane maupun Nina aja itu sebenernya jauh dari zona nyamannya mbak Tao. Gue ga tau kalo mbak Kyoko karena ini pertama kalinya nonton beliau. Agak subjektif memang, tapi artinya, si artis ga ngebawa sosok real lifenya maupun permainan zona nyamannya baik di tokoh Kasane maupun Nina. Detail dari akting atau permainan peran si artis, bisa dikalibrasi sesuai kemauan artisnya, atau dalam konteks ini, gue percaya sang sutradara lah orang di balik perbedaan penokohan tipis yang gue jelasin di atas.


Ada satu tulisan opini di huffpost yang gue inget, isinya tentang tiga benefit yang bisa lo dapet kalo lo dianggap cantik oleh konsensus. Power, Happiness, dan Freedom. Dan film Kasane mengamini ketiganya. Btw, isi artikelnya bisa lo cari di google pake keyword seperti “huffpost beauty privilege”.

Kalo bicara power, selain kepercayaan diri yang langsung ditunjukkan ketika Kasane pertama kali ngambil wajah Nina, juga ditunjukkan dengan Kasane yang bisa ikut audisi pertamanya dengan wajah Nina. Apa Kasane bisa ikut audisinya kalo dia pake wajahnya sendiri? Gue rasa jawaban kita akan serupa. Jangankan ikut audisinya, baru sampe lobby gedung mungkin doi udah diusir. Kekuatan wajah cantik juga berkali-kali disampaikan secara verbal oleh karakter-karakter di dalam filmnya. Berkali-kali, berulang-ulang, sampai gue rasa, semua yang menonton film ini bisa langsung sadar pesan yang ingin disampaikan cerita ini.

Selanjutnya ada happiness atau kebahagiaan. Apakah wajah cantik Nina bisa membawa kebahagiaan bagi Kasane? Tanpa bicara bahagia dengan ketenaran itu relatif pun rasanya kebahagiaan Kasane tetap terekam jelas. Kasane yang dihujat bahkan diusir oleh adik ibunya, jelas terlihat bahagia ketika dimanja oleh ibunda dari Tanzawa Nina. Tentu saja, dengan wajah Nina.

Lalu ada freedom. Ini mungkin agak tricky dan pesannya yang paling tipis. Tapi gue rasa, kebebasan berbicara di media yang Kasane dapat dengan memakai wajah Nina, cukup menggambarkan sebuah kebebasan. Bahkan, kebebasan juga ia dapat untuk hal-hal di luar karirnya. Contohnya, jatuh cinta. Rasanya tergambarkan sudah kebebasan untuk jatuh cinta dalam wajah Nina. Bahkan kepada seorang sutradara muda berbakat yang sukses sekalipun.


Ada satu hal yang gue suka dari ending film ini. Saking kencengnya pesan tentang beauty privilege yang ingin disampaikan, sampe sampe antitesis dari konsep beauty privilege serasa ditendang jauh-jauh di penghujung film. Padahal, bisa saja cerita diakhiri dengan Nina menyayat pipinya sendiri dan membuktikan bahwa ia bisa hidup bahagia dengan wajah yang menyeramkan. Tapi hal tersebut tidak terjadi. Ketimbang menulis cerita seperti itu, penulis cerita ini memilih untuk tetap membiarkan Kasane menggunakan wajah cantik Nina untuk menuntaskan permainan teatrikalnya. Ditambah pesan verbal yang disampaikan benar-benar menggambarkan bahwa kepemilikan atas paras cantik benar-benar bisa memuaskan si empunya paras tersebut.

Oiya, meskipun di awal gue bilang kalo gue sangat percaya kalo privilege itu nyata, tapi gue juga setuju kalau dibilang bahwa privilege yang didapat akan punya tanggung jawabnya masing-masing. Kalo kata uncle Ben, “with great power comes great resposibility”. Atau kalo dikaitkan ke film Kasane, kita bisa liat gimana Kasane yang dibentak beberapa kali selama latihannya. Atau Kasane yang entah kenapa marah ketika ia sadar bahwa ia mengikuti jejak ibundanya. Semua itu gambaran dari tekanan yang ia dapatkan sebagai ganjaran atas wajah cantik dan lesatan karirnya.

Selain privilege dan tanggung jawab pun, kita bisa liat di film ini kalo kecantikan pada akhirnya mendatangkan keserakahan. Hasrat untuk memiliki atau menguasai privilege itu sendiri yang ditunjukkan di paruh akhir film. Gambaran itu diperkuat dengan lagu “Black Bird” yang jadi lagu penutup film yang dibawakan mbak Aimer. Lagu yang liriknya bercerita akan keinginan untuk dicintai. Yang secara tidak langsung, apabila mengambil konteks cerita filmnya seakan-akan mengamini bahwa dengan paras cantik, kita dapat menggiring rasa cinta dari orang lain kepada diri kita sendiri.

Mungkin di akhir post ini, akan ada pembaca yang bilang kalo tulisan ini sangat arguable karena basis gue beropini adalah opini juga. Tapi teman-teman bisa kok nemuin riset-riset yang komprehensif soal privilege ini kalau memang niat. Entah itu yang isinya data-data kuantitatif seperti rilis risetnya Creative Common License soal perbandingan tingkat kecantikan yang berbanding lurus dengan besaran gaji atau dengan kemungkinan peserta interview ditelepon balik oleh HRD perusahaan. Kalo mau yang kualitatif pun tetap ada. Sebut saja pemaparan Lucia Klencakova di risetnya yang ngejelasin bagaimana penampilan adalah segalanya buat kaum hawa. Risetnya yang dikasih judul Does Appearance Matter dengan gamblang nyeritain kalo paras cantik itu seringkali jadi kunci utama kesuksesan.

Sayangnya, gue sama sekali tidak tertarik (setidaknya untuk saat ini) untuk ngebahas hasil riset seputar privilege ini dalam bentuk tulisan. Tulisan ini pun gue buat dengan tujuan murni untuk ngupas film Kasane secara mendalam. Atau setidaknya, lebih dalam dari kupasan-kupasan yang biasa gue tulis di instagram. Gue pun tetap mempertahankan gaya penulisan gue yang “ngepop”. Toh, ini memang blog pribadi gue. Gak beda fungsinya dari media sosial. Cuma ga dibatesin maksimal karakter tulisannya aja.

Yaudah lah ya, segitu aja. Blog ini tetep akan jarang diisi. Mungkin setahun atau dua tahun lagi baru gue publish tulisan yang lain disini. Tapi ga menutup kemungkinan juga sebulan atau seminggu kedepan akan ada tulisan baru disini. Tergantung mood aja intinya. Dah, makasih udah mau baca, ciao, bye-bye.

Thursday, January 12, 2017

PERSPEDIA, Kilas Balik Kisah PERS Indonesia | #SERIT

2:39 AM

Perkembangan pembangungan bangsa Indonesia sejak negara ini bermula, tidak, bahkan jauh dari masa itu, nampaknya tak bisa lepas dari peran PERS yang bertindak sebagai penyalur berbagai informasi yang dibutuhkan publik, entah itu berupa berita politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun berbagai macam konsumsi publik yang lainnya. Kata PERS sendiri berasal dari kata Pers (Belanda), Press (Inggris), ataupun Presse (Prancis) yang secara etimologis bersumber dari bahasa latin, perssare atau premere, yang berarti “Tekan” atau “Cetak”. Adapun secara terminologis, kata Pers dapat berarti “Media Massa Cetak” atau “Media Cetak”. Adapun media massa merupakan alat untuk melakukan komunikasi massa atau komunikasi publik yang memungkinkan orang dalam jumlah banyak mendapatkan berbagai macam informasi secara serentak dalam waktu bersamaan. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002).

Di Indonesia sendiri, Pers telah memegang peranan penting jauh sejak Negara ini berdiri. Dr. De Haan dalam bukunya, “Oud Batavia” (G. Kolf Batavia 1923), mengungkap secara sekilas bahwa sejak abad 17 di Batavia sudah terbit sejumlah berkala dan surat kabar. Dikatakannya, bahwa pada tahun 1676 di Batavia telah terbit sebuah berkala bernama Kort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa). Berkala yang memuat berbagai berita dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark ini, dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede tahun 1676. Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles pada bulan Oktober 1744, Vendu Nieuws pada tanggal 23 Mei 1780, sedangkan Bataviasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810.

Namun, bila kita berbicara mengenai Media Massa yang berkepentingan sebagai landasan pacu bagi kepentingan bangsa Indonesia, sejak tahun 1903 telah berdiri sebuah badan yang memproduksi surat kabar bernama Medan Prijaji. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan revolusi mental melalui penyebaran informasi yang bertujuan untuk menyatukan semangat bangsa untuk merdeka. Medan Priyayi (sebutan sesuai EYD), dipelopori oleh R. M. Tirtoadisuryo yang juga menjabat sebagai pemimpin redaksi surat kabar Medan Priyayi. Selain itu, beliau yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadarkan masyarakat Indonesia kala itu bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Bisa dikatakan juga bahwa Tirtoadisuryo yang memelopori kebebasan mengemukakan aspirasi di seluruh kalangan masyarakat Indonesia.



Hadirnya Medan Priyayi telah disambut hangat oleh bangsa kita, terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan mengeluarkan pendapat. Buktinya tidak lama kemudian Tjokroaminoto dari “Sarikat Islam” telah menerbitkan harian Oetoesan Hindia. Nama Samaun (golongan kiri) muncul dengan korannya yang namanya cukup revolusioner yakni ApiHalilintar dan Nyala. Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara juga telah mengeluarkan koran dengan nama yang tidak kalah galaknya, yakni Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak. Sementara itu di Padangsidempuan, Parada Harahap membuat harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka pada tahun 1918 dan 1922. Dan, Bung Karno pun tidak ketinggalan pula telah memimpin harian Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka di tahun 1926. Tercatat pula nama harian Sinar Hindia yang kemudian diganti menjadi Sinar Indonesia.

Raden Mas Djoko Tirtoadisuryo

Adapun Pers di awal kemerdekaan dimulai pada saat era kependudukan Jepang di Indonesia. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sayuti Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.

Otoritas dari Pers mengalami kemunduran pada masa Demokrasi Terpimpin atau lebih akrab jika disebut sebagai Orde Lama. Pada masa kepemimpinan Soekarno masa itu, amat banyak Media Massa yang harus menyingkir atau disingkirkan perlahan karena menolak untuk mengikuti ideologi dari pemerintahan Demokrasi Terpimpin atau yang Soekarno sebut sebagai Golongan Kiri. Pada 10 Februari 1946, Soekarno mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang ditujukan untuk mengontrol gerak-gerik Pers di Indonesia. PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan yang diakui pemerintah di masa Demokrasi Terpimpin dikelola oleh wartawan-wartawan berpaham komunis dan yang bersimpati pada paham ini. PKI berusaha menguasai PWI dengan sekuat tenaga karena melalui PWI, SPS, dan Pancatunggal SIT dan SIC dikeluarkan. Dengan demikian dapat menentukan siapa yang bisa diberi SIT dan SIC.

SIT adalah Surat Izin Terbit dan SIC adalah Surat Izin Cetak yang pada masa Demokrasi Terpimpin, amatlah sukar mendapatkannya. Semua penerbit pada tahun 1960 diwajibkan mengajukan permohonan SIT, sebagai pengesahan dillakukannya kegiatan penyiaran. Pada bagian bawah permohonan SIT tercantum 19 pasal pernyataan yang mengandung janji penanggung jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung Manipol-Usdek (Manifestasi Politik-Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia) dan akan mematuhi pedoman yang telah dan akan dikeluarkan oleh penguasa. Pernyataan ini dengan mudah dipergunakan oleh penguasa sebagai alat penekan surat kabar.

Menghadapi rezim Soekarno yang menekan dan mengatur lalu lintas komunikasi massa pada masa itu, Soe Hok Gie yang merupakan cendikiawan ulung yang terpikat pada ide, pemikiran dan terus menerus menggunakan akal pikirannya untuk mengembangkan dan menyajikan ide-ide yang menarik perhatiannya. Dalam pemikirannya, ia tak segan-segan mengkritik jalannya pemerintahan. Tulisan-tulisannya menggugah hati pembaca, menjadikan mereka menyokong sepenuhnya pandangan-pandangan yang ia kemukakan. Jarang ada pembaca yang tidak terpengaruh tulisan-tulisannya. kritik-kritknya dalam artikel-artikel di berbagai media massa yang kritis-tajam dapat meggetarkan hati setiap kalangan, baik yang berada dalam tampuk kekuasaan maupun yang menjadi korban perubahan politik.

Di setiap tulisannya, rasa  idealisme Soe Hok Gie terasa kental. Ia tidak mampu menyembunyikan rasa gundahnya dalam melihat realita masyarakat, jika ia dihubungkan dengan idealisme kaum muda. Bagaimana idealisme setinggi langit menjadi sia-sia belaka ketika harus menghadapi verbalisme, pejabat, dan kepalsuan. Mempertahankan  idealisme ternyata bukan pekerjaan yang ringan, dan itu dirasakannya sendiri ketika ia bergulat dalam catatan hariannya: “Di Indonesia hanya ada dua pilihan. Menjadi Idealis atau Apatis. Saya sudah lama memutuskan untuk menjadi idealis sampai batas-batas sejauh-jauhnya”[1]


Perjuangan dari para penentang rezim Soekarno yang menyuarakan kebebasan berpendapat, akhirnya berhasil membuat Soekarno untuk turun dari tahtanya. Namun, sayang bagi para Pers, nampaknya mereka sama saja seperti hewan peliharaan yang hanya berpindah kandang dari satu majikan ke majikan yang lainnya. Orde Lama tiada, Orde Baru naik tahta, pembungkaman terhadap kebebasan Pers semakin terasa. Bukannya kebebasan yang didapat, malah peluru perak yang siap menerjang para penyambung lidah masyarakat ini.

Di awal kekuasaan Orde Baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan Soeharto yang diharapkan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita menyambut kebebasan pada masa orde baru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada, maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam penerbitannya. Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan Orde Baru. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat. “Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai Pers pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab”. (Tebba, 2005 : 22).

Namun pada kenyataannya, tidak ada yang namanya kebebasan sama sekali. Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa justru dibredel setelah mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan yang dilakukan beberapa pejabat negara. Tempo, salah satu badan penerbitan sekaligus media massa yang pada masa itu bisa dikatakan paling masif dalam menyuarakan kebejatan pemerintah, juga sebagai salah satu media massa yang dibredel pada tahun 1994 tersebut, nampaknya berusaha bangkit setelah pembredelan bersama para pendukungnya, yakni anti rezim Soeharto.

Sebelum dibredel, Tempo merupakan majalah berita mingguan yang paling penting di Indonesia. Goenawan Mohammad selaku pemimpin editornya saat itu, merupakan seorang penyair dan sosok intelek yang cukup terkemuka di Indonesia. Pemerintah Orde Baru memang selalu was-was terhadap Tempo, sehingga majalah ini selalu dalam pengawasan pemerintah. Majalah ini memang popular dengan independensinya yang tinggi dan juga keberaniannya dalam mengungkap fakta di lapangan. Selain itu kritikan- kritikan Tempo terhadap pemerintah dituliskan dengan kata-kata yang pedas dan bombastis. Goenawan pernah menulis di majalah Tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja jurnalisme. Motto Tempo yang terkenal adalah “ enak dibaca dan perlu”. Meskipun berani melawan pemerintah, namun tidak berarti Tempo bebas dari tekanan. Apalagi dalam hal menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik serta keburukan pemerintah, Tempo telah mendapatkan berkali-kali peringatan. Hingga akhirnya Tempo harus rela dibungkam dengan aksi pembredelan itu.

Namun setelah pembredelan 1994, wartawan Tempo aktif melakukan gerilya, seperti mendirikan Tempo Interaktif atau mendirika ISAI (Institut Studi Arus Informasi) para tahun 1995. Perjuangan ini menunjukan komitmen para wartawan Tempo untuk menjunjung tinggi kebebasan dan hak Pers yang dibelenggu pada zaman Orde Baru. Setelah Orde Baru tumbang pada tahun 1998, banyak media massa yang terbit kembali setelah dibredel oleh pemerintah Orde Baru salah satunya tentu saja adalah majalah Tempo.

Tumbangnya Orde Baru berarti merupakan lahirnya era Reformasi. Tuntutan Reformasi menggema keseluruh aspek kehidupan bernegara termasuk sektor kehidupan Pers. Selama Rezim Orde Baru maupun Orde Lama, Pers terbelenggu akan peraturan peraturan pemerintahan yang berlaku. Pers Indonesia tak berdaya karena senantiasa berada dibawah bayang bayang ancaman pencabutan surat izin terbit.

Sejak era Reformasi, Pers Indonesia mulai menikmati kebebasan berpendapat. Dewan Pers diaktifkan dan dimaksimalkan kinerjanya sesuai tujuh fungsi Dewan Pers sesuai yang diamanatkan dalam Undang Undang. Banyak media massa baru yang bermunculan setelah pemerintah mengeluarkan Undang Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers karena dirasa bahwa peraturan ini adalah sebuah kemajuan jika dibandingkan dengan undang undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang nomor 21 tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers. Dalam Undang-Undang yang baru, dengan tegas disebutkan bahwa adanya kemerdekaan Pers sebagai Hak Asasi Warga Negara. Itu sebabnya tidak lagi disinggung perlunya surat izin terbit terhadap Pers Nasional sebagaimana tercantum pada pasal 4 ayat 2.

Media massa adalah suatu alat yang digunakan seseorang untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Media massa juga merupakan media yang selalu menjadi perhatian masyarakat. kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini hampir tidak pernah lepas dari media massa baik itu televisi, Koran, radio, atau internet. Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media massa menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat.


Pers pada masa penjajahan baik Jepang maupun Belanda, masih sedikit dan diawasi dengan ketat oleh pihak penjajah itu sendiri. Pers pada masa demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin (orde lama) mulai menikmati kebebasan pers yang lebih luas namun pers pada masa orde lama lebih cenderung digunakan sebagai sarana untuk menyiarkan kebijakan pemerintah maupun partai oposisi. Pers pada masa orde baru mirip pada masa orde lama, dan banyak terjadi pembredelan media cetak yang tidak sesuai dengan ‘selera’ presiden pada masa reformasi kegiatan jurnalisme telah dilindungi Undang-Undang Penyiaran dan Kode etik pers, selain itu pers juga menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan pemberitaan karena tidak ada lagi ancaman pembredelan seperti dulu.

Mari kita sama-sama berjuang dan membuktikan bahwa reformasi Pers bukan hanya tentang kebebasan. Kebebasan juga sudah menjadi kewajiban untuk dibatasi dengan tanggung jawab. Pers Indonesia butuh suatu acuan, bukan hanya sasaran distribusi untuk keuntungan mereka sendiri, tapi juga kesadaran bahwa informasi yang diterbitkan relevan dengan kenyataan. Karena sesuai dengan 9 elemen jurnalistik yang dirumuskan oleh Bill Kovach, bahwa loyalitas wartawan ada pada masyarakat, oleh karena itu wartawan harus menjaga independensinya dalam memantau kekuasaan dan menyambung lidah yang tertindas sehingga dapat menghasilkan konten jurnalisme yang tak hanya memikat dan relevan, tapi juga proposional dan komprehensif.




[1] Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta : LP3ES,1983) hlm.221.

Tuesday, January 10, 2017

Problematika PERS Reformasi | #SERIT

7:13 PM


Terhitung sejak turunnya rezim Orde Baru di tahun 1998, atau lebih spesifiknya sejak pemerintah mengesahkan Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, nampaknya Pers sudah menjadi bagian yang amat vital dalam kehidupan bernegara. Terlebih di zaman yang serba digital saat ini, informasi bukan hanya harus akurat tapi juga dituntut harus serba cepat. Jika di zaman Orde Baru Pers ditekan untuk menjadi anjing peliharaan pemerintah, kini Pers ditekan untuk mengedepankan layanan publik sehingga mampu menghadirkan informasi-informasi secara lugas tapi juga terkomersialkan.
            
Memang rasanya dewasa ini bila berbicara tentang kehidupan Pers, tak bisa disangkal lagi bahwa amat erat kaitannya dengan komersialisasi informasi. Tidak munafik memang bila nyatanya sebuah badan Media Massa tentunya memerlukan uang minimal untuk menghidupi badan itu sendiri. Bisa kita lihat secara kasat mata ditiap-tiap pojok koran atau majalah ibukota pasti terdapat sebuah iklan komersial yang termasuk dari roda perekonomian negara. Atau lihat saja tayangan sebuah program berita di televisi, silahkan hitung perbandingan dari berita yang disuguhkan dengan jeda iklan komersial yang ditampilkan secara selang beberapa menit. Nyatanya jarang ada program tayangan berita yang masih menjaga jumlah berita yang disuguhkannya agar lebih banyak dibandingkan iklan komersial yang ditampilkan. Sekalipun ada, pasti itu berita-berita yang laris sebagai konsumsi publik seperti berita pemilu maupun sidang kasus yang dibuat layaknya sinetron yang sebenarnya hanya sebuah pengalihan isu. Sisanya, berita-berita penuh drama yang dibumbui sendiri oleh pihak Media agar rasanya lebih menarik bagi para penonton.
            
Sebuah badan Media Massa di era ini tak dapat hidup hanya dari peran penyambung lidah masyarakat. Miris jika mendengar bahwa faktanya sebelum sebuah berita dinaikkan ke publik, tingkat rating yang menjadi acuan pertama dalam pertimbangannya. Apakah sebuah berita layak untuk dipublikasikan, prediksi jumlah konsumen lah yang menentukan. Bisa kita lihat bahwa berita berita sensasional yang nyatanya kurang relevan dengan fakta di lapangan namun bisa dengan maraknya di publikasikan. Sulit memang untuk kita temukan sebuah badan Media yang benar benar memegang teguh prinsip dari 9 dasar elemen jurnalistik yang dikemukakan oleh seorang Bill Kovach. Karena pada kenyataannya, setelah kebebasan berpendapat melalui pasal kemerdekaan Pers sebagai Hak Asasi Warga Negara dicantumkan dalam undang-undang, kini Pers tak lagi dibawah ancaman pembredelan oleh pemerintah. Hampir tak ada lagi kemurnian loyalitas pada masyarakat pada jiwa Pers pasca reformasi.
            
Jika menilik kilas balik pada 22 tahun yang lalu, dimana banyak media yang dicabut izin peredarannya oleh pemerintah, nyatanya pada saat itu lah dimana sebuah badan media benar benar menaruh perhatiannya pada masyarakat. Saat itu lah dimana jiwa Pers disetiap wartawan nasional menjaga independensinya tetap loyal pada masyarakat. Dimana Pers secara murni menjadi anjing pengawas akan kekuasaan yang dipegang oleh pemerintah, sekaligus menjadi lidah bagi mereka yang tertindas akan rezim yang berkuasa. Kita harus rindu, kita harus butuh, terlebih bagi seorang wartawan era ini yang mau tak mau harus menjaga nuraninya dalam sebuah rapat redaksi.
            
Penulis yang bercita-cita untuk menjadi seorang wartawan ini pun memiliki harapan, bahwa suatu saat, Pers Indonesia bisa untuk menempatkan loyalitasnya secara murni kepada masyarakat. Tak hanya mengincar materiil semata, namun juga menempatkan diri sebagai forum publik juga sebagai wadah akan aspirasi setiap warga negara. Dewan Pers pun sudah sewajarnya untuk rutin dalam melakukan resolusi setiap tahunnya. Mengingat perkembangan teknologi yang sangat pesat mengkuti perkembangan zaman, kebutuhan sebuah badan media pun akan terus berkembang mengikuti. Mari kita buat cita-cita Pers Nasional yang belum tercapai pada masa Orde Baru dapat terwujud di era ini. Yaitu Pers yang memiliki ciri bebas dan bertanggungjawab. “Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai Pers pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab”. (Tebba, 2005 : 22).
            
Sebagai tambahan, kita sebagai masyarakat sekaligus konsumen juga harus menjadi gatekeeper bagi diri kita sendiri. Kita wajib untuk memilih dan memilah informasi-informasi mana yang bisa kita serap, mana yang harus diolah terlebih dahulu, dan mana yang informasi yang tidak relevan dengan fakta di lapangan. Biasakan untuk melakukan cross-references sebelum menyerap sebuah informasi yang didapat. Dengan begitu, mungkin dapat membantu perkembangan Pers Nasional ke arah yang lebih baik karena media pun sadar, bahwa masyarakat berhak untuk mendapatkan pesan-pesan komunikasi massa yang bermutu dan itu adalah kewajiban dari masing-masing Media Massa untuk memenuhinya

            
Reformasi bukan sekedar ucapan belaka. Segala sektor wajib kita benahi bersama. Politik, Ekonomi, Budaya, hingga tak ketinggalan sektor Media Massa. Bukan hanya pemerintah, bukan hanya badan media, tapi juga setiap warga negara mengemban amanat. Amanat dari pancasila yang memegang teguh prinsip kebebasan yang bertanggungjawab. Media Massa kini mungkin dimiliki oleh partai politik, tapi bukan berarti ia menjadi kuda untuk berpacu di kursi pemerintahan. Dan mari, sekali lagi, kita kembalikan loyalitas wartawan pada tempatnya.

Wednesday, November 30, 2016

Why Should We Buy The Originals? | #SERIT

3:13 PM
Kenapa harus bayar ketika kita bisa dapat gratis? Kenapa kita harus membeli ketika kita bisa mencari? Kenapa harus original ketika bajakan sudah tersedia?




Kira-kira seperti itulah mindset dari kebanyakan orang di Indonesia. Gue ga bilang salah, hanya saja kalimat-kalimat diatas, tergantung dimana mereka ada, di dalam kondisi seperti apa mereka diucapkan, barulah bisa kita nilai, benar? atau salah?

ORIGINAL. Film, musik, video, games, furniture, sparepart, tas, sepatu, pakaian, dan lain-lain sebagainya yang bisa kita konsumsi, hampir semua itu memiliki sesuatu yang dinamakan BRAND, LABEL, atau MERK.

Ada dua orang membuat barang yang sama, namun berbeda kualitas. Sebut saja "A" dan "B". Si A membuat barang dengan memprioritaskan segi kualitas. Sedangkan si B membuat barang dengan memprioritaskan segi kuantitas. So, antara si A dan si B, jika mereka menjual barang mereka dengan harga yang sama, jelas si B akan lebih diuntungkan karena dia lebih banyak membuat barang dibanding si A. Lalu, bagaimana si A yang bekerja lebih teliti dan membuat barang yang lebih sempurna dibanding si B dapat mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari si B?

Yap, si A harus menjual barang tersebut dengan harga yang jauh lebih mahal dibanding si B.

lah, yang ada malah orang-orang gamau beli punya si A dong? mendingan beli punya si B yang harganya lebih murah.

Jika kalian membaca kalimat barusan sambil menganggukan kepala, selamat, maka kalian termasuk sebagai "kebanyakan orang di Indonesia" yang gue maksud di paragraf kedua tadi.

Oke, kesampingkan intermezzo tentang si A dan si B barusan. Sekarang gue mau membahas tentang "kebanyakan orang di Indonesia".

Indonesia, negeri dengan 200 juta jiwa dan dengan jutaan seniman didalamnya, nyatanya hanya secuil dari seniman-seniman itu yang dapat menikmati hasil jerih payahnya dalam proses membuat sebuah karya. Sisanya? mereka harus menelan ludah karena ada si "B" yang datang dan membuat karyanya dapat dinikmati oleh semua orang tanpa orang yang menikmati tersebut tau, bahwa si seniman ini menangis dalam hati dan merasa hampa tak dihargai.

Ya, "kebanyakan orang di Indonesia" inilah yang seringkali menunggu bahkan mencari akan kedatangan si "B" untuk mendapatkan sebuah karya tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya.

Dan dialah si "B". "pemBajak".

KENAPA HARUS ORIGINAL? 

Sebelum masuk ke bahasan diatas, ada baiknya kalo gue terlebih dahulu membahas

APA ITU ORIGINAL?

Menurut wikipedia:
Originality is the aspect of created or invented works by as being news or novel, and thus can be distinguished from reproductions, clones, forgeries, or derivative works.[citation needed] An original work is one not received from others nor one copied from or based upon the work of others.[citation needed]. It is a work created with a unique style and substance. The term "originality" is often applied as a compliment to the creativity of artistswriters, and thinkers.[citation needed] The idea of originality as we[who?] know it was invented by Romanticism,[1] with a notion that is often called romantic originality.[2][3][4]
The concept of originality is culturally contingent. It became an ideal in Western culture starting from the 18th century.[5][6] In contrast, at the time of Shakespeare it was common to appreciate more the similarity with an admired classical work, and Shakespeare himself avoided "unnecessary invention".[5][7][8]
 So, karya yang original adalaaaaaahhhhhh??

Oke, ini menurut gue pribadi sih. Gue ga tau kalo kalian mungkin punya pendapat yang berbeda tentang ORIGINALITAS, mungkin bisa share pendapat kalian di kolom komentar nanti.

Karya yang original adalah karya yang jika kita membeli karya tersebut, maka uang yang kita gunakan untuk membeli karya itu akan tersampaikan kepada sang seniman.

Jadi, karya yang original itu harus berbayar?

NGGAK!

Originalitas tidak menentukan harga, tapi menentukan kualitas. Harga ditentukan oleh sang seniman (atau manajer jika sang seniman memiliki manajer). Tak sedikit seniman yang menyebarluaskan hasil karya kepada dunia secara cuma-cuma.

TERUS RUGI DONG KALO DIBAGIIN GRATIS?

Secara materi? YA. tapi secara marketing? TERGANTUNG. Itulah marketing, semuanya tergantung kepada mindset si pembeli. Tipe mana dia? Kalo dia adalah tipe "kebanyakan orang di Indonesia" yang sebelumnya kita bahas, maka hancurlah sang seniman itu. Tapi, kalo mereka adalah tipe orang "kedua", tipe yang mampu menghargai seniman-seniman yang mereka sayangi, disitulah target si seniman saat ia menyebarluaskan karyanya secara cuma-cuma tercapai.

Ketika tipe orang kedua ini telah menikmati karya si seniman dan menyukainya, maka ketika suatu waktu sang seniman ini membuat karya yang lain dan menjualnya kepada orang tipe kedua, maka dengan senang hati tipe orang kedua akan membeli karya tersebut karena ia menghargai dan menyayangi sang seniman dan karyanya tersebut.

Balik lagi,

KENAPA HARUS ORIGINAL? 

Mendapatkan sesuatu yang Original dengan cara yang LEGAL, menurut gue adalah suatu bentuk penghargaan kita kepada seniman yang kita cintai. Rasa hormat kepada seniman yang telah membuat sebuah karya untuk memanjakan para penikmat karya tersebut.

Mulai dari sini, gue akan mempersempit ruang gerak bahasan kita menjadi

ORIGINAL ALBUM

To be honest, gue membuat artikel ini dalam rangka menyambut 2 Album yang gue tunggu-tunggu di tahun ini. 3 Maret 2016, Kirameki no Kakera Album yang dirilis oleh Manajemen Sakura Gakuin dan 1 April 2016, METAL RESISTANCE Album yang dirilis oleh BabyMetal Official. Tapi bukan itu yang pengen gue bahas. Bahasan gue balik lagi ke:

"kebanyakan orang di Indonesia" yang mendapatkan album musik ORIGINAL dengan cara yang TIDAK LEGAL/ILLEGAL. BOOM!

Gini gini... pernah gak kalian punya kenalan atau bahkan kalian sendiri melihara binatang, anggeplah kalian melihara kucing, kalian sayang sama kucing itu, kalian ga mau kucing tersebut kotor atau sakit, karena itu kalian membuatkan tempat untuk si kucing tersebut membuat kotorannya dan kalian juga membelikan makanan khusus untuk si kucing.

Membuat tempat untuk si kucing membuang kotoran itu tentulah memerlukan modal. Setidaknya modal tenaga yang keluar. Dan gue udah survey kalo satu kaleng makanan kucing itu harganya bisa mencapai 400ribuan. (itu yang murah) Lebih mahal dari makanan kita sehari-hari.

Or, let's take it more simply. Gue yakin kalian disini pernah tau atau bahkan pernah punya yang namanya Tamiya? Tamiya jalannya pake apa?? Pake Baterai. Jalannya dimana?? Di trek tamiya. Baterainya beli kan? Trek tamiyanya juga beli kan? atau kalo misalkan kalian bikin sendiri treknya, tetep aja bahannya gak gratis kan?

Nah, analogi barusan adalah contoh dari pengorbanan kita terhadap apa yang kita sukai dan cintai. Jadi menurut gue, aneh kalo kalian mengaku suka dan cinta terhadap seorang seniman tapi kalian gak mau berkorban untuk sang seniman. Kalian cuman mau menikmati karyanya tanpa ada timbal-balik dari kalian untuk si Seniman.

Kenapa kita bisa dan mau mengorbankan uang yang sangat banyak untuk seekor kucing atau membeli satu set batu baterai dan dinamo hanya untuk menyalakan sebuah Tamiya, tapi kita nggak bisa mengeluarkan uang untuk menghargai seorang seniman? kenapa?

Oke, ini opini gue. Makanan kucing, Dinamo Tamiya dengan Album Musik memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaannya ialah MEDIA. Mereka memiliki media yang berbeda.
Jika makanan kucing dan dinamo tamiya merupakan hard media yang dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan. Maka album adalah sebuah karya hard media yang berisi soft media. soft media memiliki ciri-ciri yang hanya bisa dilihat dan dirasakan. Tanpa disentuh, soft media sudah bisa dinikmati oleh penikmatnya.

INTERNET memiliki peranan besar dalam penyebaran original soft media secara ILLEGAL. This is globalization era. Orang-orang dapat dengan bebas menemukan karya yang mereka sukai dan mengunduhnya sebagai soft media ke hard drive mereka sendiri.

iTunes merupakan penyedia karya-karya yang berbentuk soft media legal terbesar di dunia. Mereka mempunyai data penjualan berbagai karya-karya para seniman di dunia termasuk di Indonesia. Dan ini adalah berbandingan antara penjualan karya-karya di Indonesia dengan di negara-negara yang lain.

USA

UK (Inggris)

Jepang

Indonesia

Did you see that?

Perbandingan antara penjualan di ITunes USA, UK, dan Jepang dengan penjualan di ITunes Indonesia. Bagaikan kerak bumi dengan langit ketujuh. JAUH.

Harga album atau single musik terlalu mahal untuk orang-orang Indonesia??

Ada sebuah kutipan:

Kalo kamu terlahir miskin, itu bukan kesalahanmu. Tapi kalo kamu mati dalam keadaan miskin, itu kesalahanmu.
Kutipan dari siapa gak perlu gue kasih tau, mungkin udah banyak yang denger tapi gue cuman mau bilang: Salah siapa kalian miskin di era Globalisasi ini???

Gue bikin tulisan ini juga bukan buat bocah-bocah yang masih sekolah dan minta uang ke orang tua, tapi yang gue maksud adalah mereka yang sudah sanggup untuk bekerja, sudah sanggup untuk berkarya, sudah mampu untuk menanggung beban kehidupannya sendiri, tapi masih jatuh kedalam lubang kemiskinan. ITU SALAHMU...

Jadi buat yang masih sekolah, well, find your passion from now. Karena yang bakal bikin kalian kaya itu bukan bagaimana kalian belajar disekolah, tapi bagaimana kalian mengembangkan bakat dan passion kalian di lingkungan kalian. Bagaimana kalian bisa membuat orang-orang nantinya menghargai kemampuan yang kalian miliki karena sudah kalian asah dari sekarang.

Dan kalo udah kaya, jangan jadi "kebanyakan orang di Indonesia" yang tadi.

So, that's all about my opinion. Why Should We Buy The Originals? I think, it's all about the respect. And how about you? Let's see your comment below.

And for the last, see you on my next post. Bye!!

Thursday, September 29, 2016

Fenomena Konspirasi Flat Earth di Kalangan Netizen Indonesia

11:18 AM
Kurang lebih pada 5 abad yang lalu, tepatnya di akhir dari abad ke-16, seorang Nicoulaus Copernicus berhasil menemukan suatu model matematis yang dapat meramalkan secara lengkap sistem Heliosentris. Lalu pada abad berikutnya, model tersebut dijabarkan dan diperluas oleh Johannes Kepler menggunakan bantuan alat pengamat pendukung hasil cipta dari seorang Galileo Galilei. Pada generasi berikutnya, seorang ilmuwan bernama Isaac Newton melalui bukunya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica yang diterbitkan pada tahun 1687 berhasil menghilangkan keraguan akan teori Heliosentrisme yang sebelumnya banyak diperdebatkan dikalangan para ilmuwan. Melalui bukunya, Isaac Newton juga menjabarkan hukum gravitasi dan tiga hukum gerak yang mendominasi pandangan sains mengenai alam semesta selama tiga abad. Tak hanya itu, Newton juga berhasil menunjukan bahwa gerak benda di Bumi dan di luar angkasa diatur oleh sekumpulan hukum hukum alam yang sama. Ia berhasil menunjukan konsistensi hukum gerak planet Kepler, teori Heliosentrisme Copernicus dan Galileo Galilei, serta teori Gravitasinya dalam satu kesatuan yang selaras dengan berbagai fenomena alam yang dapat kita lihat sehari-hari.

Galileo Galilei berperan banyak dalam membuktikan teori Heliosentris

Dari berbagai penelitian para ilmuwan dimasa lalu dan juga berbagai ekspedisi dari badan organisasi seperti NASA, kini kita yang hidup pada masa sains modern dapat menikmati hasil dari penelitian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk membuktikan bahwa Bumi berbentuk bulat dan mengelilingi pusat tatasurya yaitu Matahari bersama tujuh planet lain yang juga termasuk kedalam sistem tatasurya kita sebagai Matahari sebagai pusatnya. Berkat dari banyak penelitian itu juga kita mengetahui bahwa tatasurya kita sendiri beserta pusatnya Matahari mengelilingi pusat dari galaksi Bimasakti yang merupakan sebuah Supermassive Blackhole atau dapat disebut dengan Lubang Hitam Super Besar.

Namun, apa jadinya jika ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa ternyata Bumi tidak berbentuk bola tapi berbentuk datar seperti piringan dan apa yang telah diajarkan oleh guru guru kita dari tingkat SD hingga SMA ternyata merupakan kebohongan yang direkayasa oleh para peneliti peneliti di luar sana? Sebuah channel youtube bernama Flat Earth 101 berhasil menebarkan konspirasi dan berbagai macam informasi palsu mengenai sains, teori bumi berbentuk datar, dan berbagai doktrin bahwa selama ini kita telah dibohongi oleh sekelompok elite global yang tidak jelas diketahui siapa sebenarnya mereka. Melalui serial videonya, channel youtube Flat Earth 101 membantah seluruh teori yang membuktikan bahwa bumi berbentuk bulat pepat dan memaparkan teori teorinya yang mendukung pernyataannya bahwa bumi selama ini ternyata berbentuk datar. Tak hanya itu, channel tersebut juga mendoktrin bahwa bumi berbentuk bulat adalah sebuah kebohongan besar yang disebarkan oleh kalangan elite global dalam suatu sistem yang dapat memperkaya diri mereka sendiri dan merugikan sebagian besar umat manusia di dunia.

Meski bau konspirasi sangat tercium jelas dari channel youtube tersebut, tapi ternyata cukup banyak orang yang mendukung dan menyetujui teori serta paparannya. Bukan tanpa sebab, setelah penulis sendiri menonton serial video di channel tersebut dari awal hingga akhir, ternyata memang selain teori yang dipaparkan di video tersebut terdengar cukup masuk akal, di serial videonya sang kreator juga menggunakan gelombang suara beta yang dapat mempengaruhi pikiran pendengarnya dan juga beberapa trik psikologis berupa penekanan kalimat di bagian tertentu dan pengulangan kalimat, kata, serta istilah sehingga secara tidak sadar, paparan yang ada pada serial video tersebut tertanam secara otomatis di dalam otak penontonnya. Hampir bisa dipastikan para penonton yang telah selesai menonton serial video pada channel tersebut tanpa mencari tahu kebenaran yang sebenarnya, akan mempercayai apa yang dipaparkan didalam channel tersebut.


Namun layaknya sebuah konspirasi pada umumnya, teori yang seolah-olah diungkapkan sebagai fakta di channel youtube tersebut ternyata merupakan kebohongan serta hoax belaka. Sebuah website beralamatkan “Cronosal” dengan gamblang membuat sebuah serial artikel yang membantah semua klaim dan teori Flat Earth di channel youtube Flat Earth 101. Melalui sebuah aplikasi online chatting, Christian Dwi Wijaya sang pemilik sekaligus penulis website Cronosal mengatakan bahwa tak terlalu sulit untuk mengumpulkan bukti bukti untuk membantah serial video Flat Earth 101. Seluruh footage video yang dipotong di channel Flat Earth 101, dapat ditemukan di youtube dengan mencarinya menggunakan kata kuncu yang dirasa cocok dengan video yang dicari. Sedangkan untuk data data teori yang dipalsukan dan berita berita asli yang diplesetkan untuk mendukung teori Flat Earth dapat ditemukan dengan mudah di berbagai jurnal ilmiah dan jurnal berita online menggunakan mesin pencari Google. Namun meski begitu, cukup sulit baginya untuk konsisten menerbitkan serial artikelnya dalam kurun waktu tertentu karena kesibukannya dan banyaknya referensi yang harus dicari demi mendukung serial artikelnya tersebut. Dari serial artikel yang ia buat juga dapat membuktikan bahwa hampir seluruh klaim dan teori yang dipaparkan didalam channel video Flat Earth 101 hanyalah kebohongan semata. Klaim Stellar Parallax dan Negative Parallax merupakan klaim yang paling sulit untuk dibantah karena kesulitan untuk mencari materi yang langka tersebut. “Negative Parallax lebih mudah ditemukan di forum diskusi ketimbang jurnal ilmiah” akunya saat ditanya oleh penulis mengapa ia cukup kesulitan dalam membantah klaim tersebut.

Berbagai teori yang nyatanya banyak menggunakan bukti bukti palsu tentu tak dapat dikatakan sebagai fakta. Namun nyatanya hingga sampai saat ini masih banyak orang orang yang beranggapan bumi itu berbentuk datar seperti piringan dan melakukan debat didalam forum forum Flat Earth di internet. Semuanya kembali kepada pribadi masing-masing, apakah akan percaya kepada fakta sains modern dan penelitian ilmiah yang telah dilakukan selama bertahun tahun atau malah termakan oleh sebuah konspirasi yang menyebarkan teori teori dari 500 tahun yang lalu?

Ditulis dan Disunting oleh: Fakhri Taka
Sumber Gambar: Google Images
Thanks to: Christian Dwi Wijaya and http://www.cronosal.web.id/

NOTES: In case if you haven't watch these serial video 

Thursday, August 18, 2016

Move On? Kenapa Enggak?? | #SERIT 3

11:15 PM
Melupakan, 
ya Melupakan pada Hakekatnya merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, karena dzikir pun artinya mengingat allah bukan melupakan, meskipun move on dan dzikir itu gak berhubungan tapi ane mau kasih saran buat yang lagi belajar move on mulailah dari berdzikir mendekatkan diri kepadaNya

apa sih move on? kenapa harus move on? entah apa yang mendasari gue nulis kaya ginian tapi beberapa traffic di google belakangan ini mengenai keyword tips melupakan, moveon, mantan, gebetan dan sebagainya lagi tinggi jadi ga ada salahnya kan kalo kita bahas sama sama cara moveon yang baik dan benar :)
sebelumnya maaf untuk pemilihan kata yang bercampur antara saya, gue, ane, dan aku pada article kali ini karena emang pemilihan nama terkadang menjadi salah satu kesulitan tersendiri

untuk yang masih sayang sama mantan pacarnya lebih baik stop baca tulisan ini lalu telpon / sms dia dan bilang 
"bisa ga besok malem kita ketemuan" terus pas ntar ketemuan bilang deh perasaan yang sebenarnya kaya gimana, jelasin dan minta maaf buat kesalahan yang pernah dilakuin, akhiri percakapan dengan janji untuk tidak melakukan kesalah yang sama, karena pada dasarnya manusia itu pemaaf O:)

dan berhubung lo masih baca tulisan ini, mari kita bahas sama-sama beberapa tips melupakan mantan pacar yang dulunya bilang akan setia itu 

hehehe
hehe
he :|

fasenya memang seperti itu 

Kenalan - pdkt - jadian putus nangis 

pertanyaannya emang ada yang mau putus hubungan dengan orang yang kita sayang? ga ada~ terkadang keadaanlah yang mengharuskan kita berpisah sementara / selamanya dengan orang yang kita sayang
karena seikhlas apapun kita merelakan kepergian orang yang kita sayang untuk disayangi orang lain pasti ada rasa sedih yang hanya kita dan tuhan yang tau sakitnya seperti apa 
jika zakat dikenakan 2,5 persen dari total penghasilan maka ikhlas melihat mantan kita pacaran lagi itu nyeseknya ada sekitar 7 persen



Tips Move on dari mantan pacar dengan logika 
apa itu logika? logika adalah hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa, karena cinta hanya berteman dengan perasaan terkadang logika tak bisa mengenal lebih jauh  tentang cinta,

berhenti mengecek obrolah di chat, FB, Twitter instagram dan apapun tentang mantan adalah langkah awal untuk move on setelah ikhlas dan memaafkan diri sendiri

2. format memori handphone 
atau hapus semua file musik (ganti dengan lagu baru) karena mendengarkan musik kesukaan berdua waktu masih sama-sama itu lumayan pedih, kadang bisa bikin bengong beberapa saat dan akhirnya mucul rasa rindu

3. singkirkan barang pemberian 
boneka, jam, topi, kalung, gadget, jaket apapun itu cobalah untuk disimpan ketempat yang kita sendiri susah untuk melihatnya lagi, termasuk foto ya :)

4. hapus kontak 
"meskipun kalian sudah sepakat untuk tetap berteman" hapus nomer hape nya untuk sementara waktu

5. hindari tempat favorite 
kalo misalnya waktu pacaran sering main ke suatu tempat ya usahakan jangan dateng lagi ketempat itu sendirian

6. mencari kesibukan 
banyak hal yang bisa kita lakukan untuk refreshing seperti bermain atau mungkin berlibur, bisa juga melakukan hal yang sudah lama ingin kamu lakukan 

7. lakukan hobi 
bermusik, memasak, menggambar, blogging, main layang-layang apapun itu lakukan dengan intensitas waktu lebih banyak, ada yang bilang sendiri itu menyenangkan, ya lakukanlah hal yang kamu suka sendirian, tapi pertanyaannya.. sendiri aja menyenangkan apalagi berdua kan? maka dari itu cobalah melakukan hobi dengan seseorang, seseorang yang jauh sebelum lo putus dengan mantan dia udah ngasih perhatian lebih 
karena quote yang lagi musim di retweet saat ini adalah
" jika kita tidak dibersamakan dengan orang yang kita doakan mungkin kita akan dibersamakan dengan orang yang diam diam mendoakan kita"  itu.

8 berhenti menatap mata 
jika kalian masih satu sekolahan dan tidak sengaja berpapasan usahakan tidak menatap matanya, karena pada saat kalian saling bertatap mata akan muncul zat senyawa epidermis kaudrat bernama flashback yang kurang lebih akan membuat kita teringat lagi masa-masa sebelumnya saat masih bersama termasuk moment saat dia memilih untuk mutusin hubungan (putus) dengan alasan yang mungkin sampe sekarang kamu ga tau apa alasannya

9. berkumpul dengan keluarga sahabat dan teman 
meskipun terlihat tidak peduli tapi mereka lah orang orang yang akan memperdulikan kita ketika mempunyai masalah

10. berhenti berasumsi
jangan mengambil kesimpulan dengan hati, cobalah menggunakan logika 
contohnya: kalo dia tiba tiba ngabarin kamu jangan GR lalu mikir "mungkin dia kangen" ketahuilah terkadang beberapa mantan memberi kabar tak lama setelah dia mempunyai masalah dengan pacar barunya

11. mengalihkan pikiran 
jika pada akhirnya ada moment dimana lo inget lagi sama dia, belajarlah untuk mengalihkan pikiran, mengontrol diri sendiri bersikap lebih dewasa, untuk sedikit lebih mengingat hal apa saja yang pernah dia lakukan dulu, maafkan kesalahannya setelah itu lupakan

12. membuka diri 
When one door closes, another opens; but we often look so long and so regretfully upon the closed door that we do not see the one which has opened for us 
entah apa arti bahasa inggris diatas tapi intinya belajarlah membuka hati untuk menerima orang baru yang berusaha ingin menghibur, jika belum siap menjalin hubungan yang baru mulailah dengan berteman, karena semua hubungan yang special diawali dengan pertemanan

13. nikmati waktu
jika sebelum bersamanya kamu pernah baik baik saja kenapa mesti sedih? belajarlah menikmati waktu, ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk bahagia, ada banyak orang yang bisa membuat kita bahagia

14. tatap masa depan
sampai sekarang masih belum ngerti sama mereka yang pengen punya rumah yang besar, mobil, kehidupan yang lebih baik tapi kerjaannya tiap hari bermalas malasan, 
pengen sukses tapi disekolah belajarnya ga serius
pengen sukses tapi kuliahnya lebih sering nitip absen dibanding ngerjain tugas
pengen sukses tapi kerjanya ga konsen dan banyak ngeluh
pengen sukses tapi belajar sesuatu yang baru aja ga mau "aku kan gabisa" "aku ga ngerti" 
hei gimana bisa ngerti kalo belajar aja ga mau, mulailah fokus dengan tujuan utama, berteman dengan orang-orang yang berpengaruh baik, berhenti menghabiskan waktu dan selalu minta restu kedua orang tua untuk memulai apapun yang akan kita lakukan

15 jauhi alkohol
yakali aja ada gitu yang saking frustasinya minum minum, cobalah bersikap rasional untuk mencintai seseorang namun lebih mencintai diri sendiri,jaga diri baik baik, perbanyak olahraga, dan tidur lebih awal

itulah beberapa tips untuk move on atau melupakan mantan kekasih 

masih inget ga waktu jaman sekolah dibangku SD atau SMP dulu, saat dimana kita suka sama seseorang tapi bingung antara bingung bilang suka sama dia nya gimana, bingung kalo udah jadian nanti harus gimana, dan bingung pacaran tuh harus ngapain, sampai ada moment dimana kita pacaran saling tuker tukeran surat, apa kalian pernah rasain juga masa masa kaya gitu?

pendekatan, jadian, putus dalam hidup merupakan hal wajar yang terjadi secara alamiah sesuai kodrat yang tuhan beri 

  • dengan perbedaan kita belajar untuk saling menghargai dan menjadikan perbedaan itu sebagai sesuatu untuk saling melengkapi
  • dengan kehilangan kita belajar untuk lebih menyayangi dan menjaga apa saja yang kita miliki 
  • dengan perpisahan kita bisa belajar untuk lebih menghargai waktu saat masih bersama


jangan melepaskan apapun jika kita masih menginginkannya
pertahankan siapapun jika kita nyaman saat bersamanya
saat ada masalah belajarlah untuk bersikap dewasa dan saling memaafkan
jadikan move on sebagai alternatif kesekian setelah kita berjuang untuk mempertahankannya 
karena tak ada satupun pasangan ingin berpisah dengan sebab yang tak masuk akal bahkan merpati pun hanya mencintai satu kali pada pasangannya dan mati tak lama setelah pasangannya mati
tapi sekali lagi move on ini bagian dari hidup yang harus kita jalani
disaat orang yang kita sayang perlahan ingin pergi tak ada jalan lain selain melepaskan, 
semoga tulisan ini bisa dimengerti dan menginspirasi 
ini bukan tentang mendapat pasangan yang lebih tua, seumuran atau lebih muda ini tentang menyeimbangkan hidup untuk jalan beriringan dan saling melengkapi, belajar ikhlas untuk melepaskan yang tidak baik, belajar sabar untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berusaha mendapatkan yang terbaik

FakhriTaka

Fakhri Taka adalah seorang mahasiswa yang hobi main kartu remi, ngopi, dan nonton serial teletubbies. Sekarang lagi sibuk sibuknya nyari cara agar bisa tidur sebelum tengah malam sambil meneliti obat tidur mana yang cocok buat ditenggak.




Recent

recentposts

Random

randomposts